Selasa, 01 Mei 2012



BAB V HUKUM KELUARGA (FAMILIRECHT) BAG
BAB V
HUKUM KELUARGA (FAMILIRECHT) BAG.1
1. AKIBAT HUKUM PERKAWINAN :
1) hakdan kewajiban suami isteri
Hak dan kewajjiban suami isteri di muat dalam UU No. 1 Thn. 1974 diatur pada pasal 30 s.d 34
Jika suami isteri melalaikan kewajibannya , maka masing-masing dapat menuntutnya dengan cara mengajukan gugatan kepada pengadilan
2) harta benda dalam perkawinan
  • Harta benda dalam perkawinan dalam UU No. 1 tahun 1974 diautr dalam pasal 35 s.d 37
  • Mengenai harta bersama , suami maupun isteridapat mempergunakannya dengan persetujuan kedua belah pihak
  • Sedangkan mengenai harta bawaan suami atau isteri mempunyai hak sepenuhnya (pasal 36)
  • Dalam UU NO. 1 tahun 1974 ditentukan , apabila perkawinan putus , maka harta bersama diatur menurut humnya masing-masing
3)kedudukan anak
  • Bahwa anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah (pasal 42)
  • Anak yang lahir dari luar perkawinan itu hanya mewarisi harta benda yang ditinggalkan ibunya dan keluarga ibunya
  • Seorang suami dapat menyangkal sahnya anak yang dilahirkan istrinya , bilamana ia dapat membuktikan bahwa istri nya berbuat zina
  • Selanjutnya mengenai asal usul anak termuat dalam pasal 55 UUPerkawinan
4) hak dan kewajiban antara orang tua dengan anak
  • Bahwa kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak mereka sebaik-baiknya , sampai anak itu kawin atau dapat berdiri sendiri (pasal 45)
  • Kewajiban anak yang utama terhadap kedua orang tua adalah menghoremati dan mentaati kehendak yang baik dari orang tuanya.
5) perwalian
  • Perwalian adalah kewajiban hokum untuk melakukan pengawasan dan pengurusan mengenai pribadi anak yang belum dewasa dan harta bendanya pasal 50 ayat 2 UUP
  • Penunjukan wali dapat ditunjuk oleh satu orang tua yang menjalankan kekuasaan orang tua , sebelum ia meninggal , dengan surat wasiat atau dengan lisan dihadapan 2 orang saksi pasal 51
  • Yang dapat ditunjuk sebagai wali adalah keluarga anak tersebut atau oreang lain (pasal 51 ayat 2 UUP)
  • Kekuasaan wali terhadap anak berlangsung hingga anak itu berumur 18 tahun atau anak itu kawin
  • Wali bertanggung jawab atas pengurusan harta benda anak serta kerugia yang timbul karena kesalahan atau klelalaian
2. PUTUSNYA PERKAWINAN
1) sebab-sebab putusnya perkawinan :
a) menurut ketentuan pasal 38 UUP, perkawinan dapat putus karena kematian , perceraian, atas keputusan pengadilan
2) akibat putusnya perkawinan :
a) akibat terhadap anak isteri
b) akibat terhadap harta perkawinan
c) akibat terhadap status

BAB IV HUKUM KELUARGA BAG.1

BAB IV
HUKUM KELUARGA BAG.1
1. PENGAERTIAN PERKAWINAN
Perkawinan adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan YME (UU No. 1 Thn. 1974)
2. SYARAT-SYARAT PERKAWINAN
Menurut UU No. 1 Thn. 1974 adalah sebagaimana disebutkan dalam pasal 6 s.d 12 adalah sebagai berikut :
1) adanya persetujuan kedua calon mempelai
2) adanya izin kedua orang tua (wali bagi calon mempelai yang belum berusia 21 tahun
3) usia calon mempelai pria sudah mencapai 19 Thn dan wanita mencapai 16 Thn.
4) Antara calon mempelai pria dan wanita tidak ada hubungan darah
5) Tidak ada dalam ikatan perkawinan
6) Tidak melarang ke3 kalinya untuk menikah
7) Tidak dalam masa idah bagi calon mempelai wanita
3. PENCATATAN DAN TATA CARA PERKAWINAN
  • Setiap orang yang akan melangsungkan perkawinan harus memberitahukan kepada pegawai pencatat perkawinan (bagi beragama islam) dan kantor catatan sipil bagi non muslim
  • Pemberitahuan memuat nama, umur, agama, pekerjaan, tempat kediaman, pemberitahuan harus sudah disampaikan selambat-lambatnyan 10 hari
  • Setelah pegawai pencatatan menerima pemberitahuan maka pegawai pencatat perkawinan melakukan penelitian (pasal 6 ayat(2) PP No.9 1975)
  • Apabila ketentuan tentang pemberitahuan dan penelitian telah dilakukan maka melakukan pengumuman tentang pemberitahuan kehendak melangsungkan perkawinan dan pengumuman tersebut ditanda tangani oleh pegawai pencatat perkawinan
4. PENCEGAHAN PERKAWINAN
Perkawinan dapat dicegah apabila ada pihak yang tidak memenuhi syarat-syarat untuk melangsungkan pernikahan (pasal 13 Jo. 20)
Orang-orang yang dapat mencegah pernikahan adalah:
1) para keluarga dalam garis keturunan lurus keatas dan kebawah dari salah seorang mempelai
2) saudara dari salah seorang mempelai
3) wali nikah dari salah seorang mempelai
4) pihak-pihak yang berkepentingan
pencegahan perkawinan di ajukan kepada pengadilan dalam daerah hokum dengan memberitahukan kepada pegawai pencatat perkawinan
dengan BW pencegahan perkawinan ini di atur pada pasal-pasal 13 s.d 21 UU No. 1 Thn. 1974
5. PEMBATALAN PERKAWINAN
  • Perihal pembatalan perkawinan diatur dalam UU No. 1 Thn 1974 pasal 22 s.d 28 dan peraturan pemerintah No. 9 tahun 1975 pada pasal 37 dan 38
  • Permohonan pembatalan perkawinan harus disampaikan kepada pengadilan daerah
  • Permohonan pembatalan perkawinan tersebut dalam pasal 23,24, dan 27 UU No. 1 Thn. 1974 yaitu :
1) para keluarga dalam garis keturunan lurus keatas dari suami atau istri
2) suami atau istri
3) pejabat berwenang
6. PERKAWINAN CAMPURAN
Perkawinan campuran adalah perkawinan antara dua orang yang diindonesia tunduk pada hokum yang berlainan karena perbedaan kewarganegaraan dan salah satu pihak berkewarganegaraan Indonesia.
Unsure-unsur perkawinan campuran :
1) perkawinan antara seorang pria dan wanita yang berbeda
2) di Indonesia tunduk pada hokum berlainan
3) karena perbedaan kewarganegaraan
syarat-syarat perkawinan campuran adalah menurut hokum yang berlaku kepada masing-masing pihak
bagi yang melakukan perkawinan campuran , dapat memperoleh kewernegaraan dari suami atau istrinya dan dapat pula kehilangan kewarganegaraannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar